Belajar Jarak Jauh

Tidak terbayangkan bahkan mungkin tidak terprogramkan, saat ini hampir seluruh sistem pendidikan di Indonesia menggunakan sistem belajar jarak jauh. Keterpaksaan yang harus dilalui oleh guru maupun para siswa. Ya ini semua karena pandemic Corona sedang melanda di negara tercinta bahkan seluruh dunia.

Di hampir seluruh wilayah Yogyakarta belajar jarak jauh periode pertama dimulai pada tanggal 24 Maret dan berakhir pada tanggal 31 Maret 2020. Pembelajaran yang berlangsung sekitar satu minggu ini , dievaluasi dengan memperhatikan kondisi nasional maupun regional. Dan diputuskan untuk memperpanjang masa belajar jarak jauh periode kedua, dari tanggal 1 April sampai 14 April 2020. Periode kedua ini pun kemudian dievaluasi, dan diputuskan untuk diperpanjang sampai tanggal 28 April 2020.

Terjadi banyak cerita baik dari sisi guru maupun dari sisi siswa. Cerita yang menyenangkan maupun cerita yang menyedihkan. Mulai dari keterbatasan sarana sampai ketiadaan sinyal. Dan masih banyak lagi cerita yang mengiringi sistem belajar jarak jauh. Perekonomian keluarga yang umumnya mengalami penurunan pendapatan sangat berpengengaruh terhadap perilaku Pendidikan.

Dari hasil survei awal Bulan April terhadap 92 SMP yang terdiri dari 31 SMP  Negeri dan 61 SMP swasta di Kabupaten Sleman pada akhir periode pertama belajar jarak jauh didapatkan beberapa fakta menarik. Masih banyak sekolah yang mengunakan sistem gabungan manual dan daring, bahkan ini menempati peringkat pertama. Hal ini disajikan dalam diagram, dimana sebanyak 66,3% menggunakan sistem gabungan sedangkan sistem daring murni sebanyak 27,2%, sisanya menggunakan cara manual.

Wahyu Widayati,S.Pd. Guru Bahasa Inggris  SMP Negeri 2 Moyudan menuturkan bahwa disekolahnya menemui banyak kendala dari kesiapan siswa dan sistem jaringan internet di daerah sekitar Moyudan yang kurang begitu bagus. Dengan demikian diambillah kebijakan penugasan manual dan disertai pembimbingan daring menggunakan media sosial Whatsapp. Menurutnya guru-guru disekolahnya sebenarnya cukup terampil dalam penugasan daring, karena sudah beberapa kali dilaksanakan pelatihan dan telah pula diimpelentasikan dalam beberapa kali pembelajaran maupun penilaian.

Yang tidak kalah menarik adalah kesiapan guru dalam pembelajaran daring yang dilakukan. Ternyata tidak semua guru siap dengan cara belajar daring ini. Ada 54% sekolah dengan guru yang tidak mahir daring kurang dari 10%. Sedangkan sekolah yang benar benar siap gurunya 100% siap daring ada 30,2%. Sisanya ada lebih dari 10 % yang belum siap dengan prosentase 15,9%.

Sri Hartati,S.Pd. salah seorang guru senior menuturkan bahwa guru-guru di sekolahnya masih banyak yang belum terampil dalam pembelajaran sistem daring. Ada hikmah dengan kewajiban pembelajaran di rumah, Bu Tatik begitu nama akrabnya dipanggil melanjutkan bahwa dirinya diminta mendampingi dan mengajarkan cara pembelajaran daring kepada rekan-rekan guru. Semangat guru-guru pun terpompa dengan keadaan yang memaksa untuk dapat melaksanakan pembelajaran daring, internet sekolah pun dapat lebih dimanfaatkan dengan optimal oleh guru dengan pelatihan tersebut.

Belajar jarak jauh memang belum menjadi budaya dan kebiasaan di sebagian masyarakat Pendidikan di Kabupaten Sleman. Masih perlu banyak evaluasi dan peningkatan kompetensi dari unsur utama pendidik di satuan Pendidikan. (yulianto SMP 2 moyudan)
Pic : Akhmad Ritaudin( uud)

Bagikan ke sosial media

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *