Sleman – Literasi atau melek huruf merupakan hal yang penting dalam hidup manusia. Sayang sifatnya yang penting tersebut tidak selaras dengan fakta di lapangan. Melansir dari laman resmi kemendikbud (08/09/2020), hingga saat ini di dunia terdapat 773 juta orang dewasa yang mengalami buta huruf. Sedangkan di Indonesia sendiri berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dikeluarkan BPS tahun 2019 dicantumkan persentase jumlah penduduk buta aksara tahun 2019 sebesar 1,78 persen. Jumlah tersebut telah mengalami penurunan dibandingkan data tahun 2011, yang mana penduduk buta aksara pada tahun tersebut sebesar 4,63 persen.
Pentingnya pengentasan buta aksara ini sendiri, terus digenjot oleh seluruh negara di dunia. Sehinga UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) menetapkan tanggal 8 September menjadi hari peringatan International Literacy Day / Hari Aksara Internasional atau dikenal pula dengan sebutan Hari Melek Huruf Internasional.
Kilas balik sejarah kelahiran Hari Aksara Internasional (HAI), penetapan tersebut dilakukan ketika adanya komitmen bersama antar negara-negara dunia untuk menyerukan kepada masyarakat luas agar peduli dengan masalah buta aksara dan sama-sama bergerak untuk mengentaskannya. Pengesahan tersebut dilakukan dalam acara konferensi Pemberatasan Buta Huruf yang dilangsungkan di Teheran, Iran tanggal 8-19 September 1965.
Lebih khusus problema buta aksara di Indonesia belum sepenuhnya terselesaikan, namun seperti yang disebutkan di atas bahwa jumlah penyandang buta aksara di Indonesia mengalami penurunan pada tahun 2019. Penurunan tersebut tidak lain dikarenakan upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk membuat masyarakat Indonesia melek huruf.
Terkait hal tersebut Direktur Jendral Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan Dasar dan Menengah, Kemendikbud, Jumeri, dalam Bincang Pendidikan dan Kebudayaan Peringatan HAI 2020, Jumat (4/9/2020) mengatakan “Angka buta aksara di Indonesia terus mengalami penurunan setiap tahunnya seiring dengan terlaksanakannya berbagai strategi yang inovatif dan menjawab kebutuhan belajar masyarakat”.
Program yang diterapkan pemerintah melalui Kemendikbud diantaranya pertama menguatkan program pendidikan keaksaraan yang dibagi menjadi dua yaitu keaksaraan dasar bagi warga yang buta aksara, dan keaksaraan lanjutan bagi mereka yang telah menyelesaikan program keaksaraan dasar.
Selanjutnya Kemendikbud menerapkan sistem blok atau klaster, dengan kata lain memusatkan program tersebut pada derah-daerah dengan penduduk buta aksara yang padat (Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, NTB, NTT, dan Kalimantan Barat).
Kedua Kemendikbud melaksanakan program paska buta aksara seperti pendidikan Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM), serta pendidikan multikeaksaraan yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat seperti profesi atau pekerjaan, pengembangan seni budaya, sosial politik dan kebangsaan, kesehatan dan olahraga, serta ilmu pengetahuan dan teknologi.