Sleman – Sudah bukan cerita baru lagi bahwa dunia pendidikan Indonesia saat ini mengalami perubahan. Semenjak pagebluk Covid-19 melanda dunia termasuk Indonesia, segala bentuk aktivitas manusia berubah. Saat ini, pembelajaran daring menjadi solusi yang dipandang baik untuk tetap melanjutkan proses KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) disemua jenjang pendidikan.
Jika ditelusuri prinsip dikeluarkannya metode pembelajaran daring ini tidak terlepas dari tujuan utama, yaitu memprioritaskan kesehatan dan keselamatan dari peserta didik, tenaga pendidik, hingga masyarakat luas, tanpa menghambat, pun menghentikan kegiatan belajar mengajar.
Sejatinya proses pelaksanaan belajar daring sangatlah mudah. Peserta didik hanya membutuhkan kuota internet beserta smartphone ataupun laptop sebagai alat penunjang. Melalui perangkat tersebut anak didik dapat mengakses beragam aplikasi daring yang digunakan untuk belajar. Lalu berinteraksi secara virtual dengan guru dan teman-temannya, hingga aktivitas mengunduh serta mengumpulkan tugas.
Namun jika berkaca dari realita yang ada, kemudahan tersebut belum bisa dinikmati secara serempak oleh masyarakat, terlebih bagi mereka yang berada di daerah pelosok. Akses internet sangat sukar dijangkau, bahkan peralatan penunjang pun tidak mampu diadakan oleh orang tua peserta didik. Seperti yang banyak di beritakan dalam media massa, beragam cara dilakukan peserta didik demi memperoleh akses internet agar dapat melangsungkan pembelajaran daring.
Dikutip dari Tribunjogja.com, Jumat (18/09/2020), salah seorang siswa SMK di Gunung Kidul tiap harinya harus berjalan kaki mendaki gunung untuk memperoleh sinyal agar dapat mengikuti pembelajaran daring. Lain lagi dengan kisah perjuangan peserta didik dari Desa Marmoyo, Jombang, Jawa Timur, yang harus ke kantor desa setempat demi memperoleh akses internet gratis. Kisah yang sama tidak hanya terjadi di kedua daerah itu saja. Tentunya masih banyak lagi peristiwa serupa yang dialami pelajar Indonesia selama pandemi, terlebih lagi mereka yang berada di kawasan “3 T” (tertinggal, terluar, dan terdepan).
Beberapa bulan belakangan ini begitulah potret pendidikan di Indonesia selama pandemi. Penerapan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) ini telah berlangsung selama enam bulan lamanya, terhitung sejak Maret 2020 lalu. Tentu saja kondisi demikian diharapkan tidak berlangsung lama, sebab penting untuk tetap melangsungkan KBM secara normal seperti biasanya.
Jika ditinjau dari sudut pandang yang berbeda, perubahan pola pembelajaran ini tidak hanya memiliki kekurangan. Ada pula sisi positifnya, yakni kreativitas. Sikap kreatif ini muncul baik dari tenaga pendidik, peserta didik, hingga instansi pemerintahan. Pihak yang terlibat secara serempak memutar otak demi menciptakan solusi kreatif yang efektif, menyenangkan, dan dikemas sedemikian rupa.
Sebagai contoh, tidak sedikit tenaga pendidik yang pada akhirnya membuat materi pembelajaran disajikan dalam bentuk video menarik. Seperti yang dilakukan oleh 205 guru di kota Tangerang yang berhasil membuat video pembelajaran daring sebanyak 750 video dalam waktu tujuh minggu. Tenaga pendidik tersebut berasal dari berbagai tingkatan yakni PAUD, TK, SD, dan SMP. Dimana mereka membuat video pembelajaran daring sesuai dengan kebutuhan siswa, yang kemudian video tersebut dapat diakses melalui aplikasi Tangerang LIVE.
Tidak kalah dengan Tangerang, sebanyak 27 guru di Kabupaten Sleman juga telah menciptakan video pembelajaran daring sebanyak 27 tema untuk semester gasal 2020/2021, khusus bagi peserta didik jenjang SD. Pembuatan video tersebut disesuaikan dengan kurikulum yang ada, dan telah dirilis pada 19 Agustus lalu melalui akun youtube Sleman Sembada.
Disisi lain pemerintah juga mengambil peran dengan meluncurkan program tayangan Belajar dari Rumah, melalui Kemendikbud sejak bulan April hingga Juli 2020. Program ini tayang kali pertama pada 13 April 2020 dengan memanfaatkan saluran TVRI. Seperti yang dijelaskan Kemendikbud dalam laman resminya bahwa Program Belajar dari Rumah di TVRI ini diisi dengan berbagai tayangan edukasi untuk jenjang PAUD, hingga pendidikan menengah. Tidak hanya menyasar peserta didik, program ini juga menyiarkan tayangan bimbingan untuk orang tua dan guru, serta program kebudayaan di akhir pekan, setiap Sabtu dan Minggu.
Terkait dengan hal tersebut, mengutip pernyataan menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadim Makarim dalam website Kemendikbud, Jumat (18/09/2020) yang mengatakan “Kemendikbud ingin memastikan bahwa dalam masa yang sangat sulit ini ada berbagai macam cara untuk mendapatkan pembelajaran dari rumah, salah satunya melalui televisi. Sehingga bagi sekolah di daerah yang tidak memiliki akses internet, kesulitan menggunakan platform teknologi, hingga keterbatasan dana untuk kuota internet atau pulsa, dapat dengan mudah melangsungkan pembelajaran” tandasnya dalam konferensi kala itu.
Tidak hanya itu, baru-baru ini Kemendikbud juga disibukkan oleh program barunya untuk membantu pelajar Indonesia melakukan pembelajaran daring. Setelah sekian lama PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) berlangsung dengan banyaknya aduan dari masyarakat yang mengeluhkan beratnya beban mereka untuk mengadakan kuota internet. Untuk membantu mengatasinya, Kemendikbud membagikan kuota internet gratis bagi peserta didik, guru, mahasiswa, hingga dosen. Hal itu pun telah banyak dibahas dalam pemberitaan media.
Sejauh ini tidak bisa dipungkiri jika diawal penerapannya, masyarakat mengeluarkan upaya yang lebih besar agar mampu beradaptasi dengan kebiasaan baru tersebut. Dampak dari suatu problema itu pasti ada. Terlebih lagi akibat yang ditimbulkan dari pandemi Covid-19 ini. Maka dari itu perlu adanya kerjasama yang baik antar semua pihak untuk mensiasatinya, dan tidak hanya terpaku melihat sisi negatif dari solusi yang ditawarkan.