Wabah COVID-19 mengharuskan siswa melakukan pembelajaran dari rumah. Tugas guru dan orang tua salah satunya yakni selektif dalam memberikan informasi kepada anak serta mengatur emosinya. Fakta di lapangan, tidak sedikit siswa, orang tua, dan guru menjadi stres. Ditemukan berbagai hambatan untuk memahamkan orang tua saat berkomunikasi dalam jaringan (daring). Mengubah sebuah sistem yang sudah mapan melalui daring, kita harus melakukan brainstorming secara langsung dari hati ke hati pada orang tua. Hal ini disebabkan karena guru dan orang tua tidak dapat berkomunikasi melalui diskusi parenting dengan orang tua secara langsung. Adanya hanyalah memberikan berbagai dokumen langkah bersama menghadapi pandemi global COVID-19. Dokumen tersebut antara lain surat edaran dari pemerintah pusat maupun daerah, berita resmi di media massa cetak maupun online, media sosial terpercaya, dan video-video dari pemangku kebijakan bahwa kita diberikan kelonggaran untuk berubah.
Pada prinsipnya pembelajaran jarak jauh yang kita lakukan harusnya bersifat kontekstual sesuai keseharian siswa dengan melibatkan keluarga. Belajar lebih pada life skill, pembentukan karakter, dan ketahanan mental anak-anak pada masa pendemi COVID-19. Pembelajaran tidak sekedar mengerjakan soal-soal pada buku LKS (Lembar Keraja Siswa) dan tugas lainnya memberatkan siswa maupun orang tua
Ketahanan mental anak adalah satu hal penting yang perlu dimiliki anak saat pandemi COVID-19. Untuk membangun ketahanan mental anak diperlukan self determinant, self advocacy, self strength, dan support system. Self determinant yakni kemampuan anak dalam membuat target-target dan cara mencapai target dengan pilihannya sendiri. Dalam hal ini anak harus diberi kepercayaan. Self advocacy yakni bagaimana anak-anak membangun harapan, menciptakan optimisme dengan pilihan yang ia buat sendiri. Self strength merupakan kekuatan diri. Kekuatan diri tersebut salah satunya didukung oleh support system. Di dalam keluarga support system salah satunya adalah kasih sayang.
Belajar dari rumah selama masa pendemi ini berefek pada motivasi belajar siswa yang rendah. Salah satu yang harus dilakukan guru adalah membangun motivasi siswa dengan pembelajaran Social Emotioal Learning (SEL). Pembelajaran ini dilakukan dengan cara belajar memahami dan mengenal emosi, menetapkan dan meraih tujuan positif, berempati, menjalin hubungan yang positif, serta membuat keputusan yang bertanggung jawab melalui diskusi, praktek, dan juga refleksi. Refleksi dapat dilakukan dengan memperkuat konsep kegiatan melalui diskusi, memperkuat makna dalam setiap kegiatan, dan mendiskusikannya kembali.
Alur pembelajaran SEL bisa dilakukan dengan menggunakan video, berita televisi/ radio/ online, atau data sebaran COVID-19. Anak dituntun untuk menjawab beberapa pertanyaan seperti: (1) apa yang dilihat; (2) apa yang dirasakan; (3) apa yang ditanyakan; (4) apa yang ditemukan; dan (5) apa yang dilakukan. Tahap berikutnya adalah refleksi. Setelah melakukan kegiatan, siswa bisa mencari maknanya, mencari kekurangan, dan kelebihannya. Tahap berikutnya dilakukan beberapa bentuk penugasan yang lebih meaningfull, berorientasi pada karya, solusi atas permasalahan disekitar anak sehingga motivasi belajar anak akan terus terawat.
Saya yang mengajar di lingkup Kabupaten Sleman merasa bersyukur. Hal ini dikarenakan secara birokrasi Kabupaten Sleman sudah melegitimasi dan memberikan ruang merdeka kepada guru untuk mendesain pembelajaran sekaligus mendiseminasikannya. Untuk menuju ragam kegiatan di atas, saya perlu merekomendasikan kegiatan-kegiatan yang lebih membangun sosial emosi anak sebagai dasar membangun kompleksitas kemampuan anak lebih lanjut.
Kita butuh mengembangkan social emotional skill anak, karena keterampilan sosial dan emosi rasa-rasanya telah lama hilang dari kelas-kelas kita. Jujur saja, bertahun-tahun kita para pendidik dan orang tua lebih fokus mengembangkan kognitif anak-anak kita daripada aspek sosial emosional.
Adanya stimulus tersebut, harapannya dapat memunculkan guru yang revolusionersehingga memberikan penugasan yang berbeda dari biasanya pada anak. Harapannya kita lebih berpikir merdeka, percaya diri, dan mengenali spesialisasi murid-murid kita. Hal ini berdampak pada pemberian penugasan proyek kepada anak yang lebih merdeka, menantang, kontekstual, dan membangun motivasi jiwa sosial emosional kepada diri anak.
Sebagai gambaran tentang kebermanfaatan dalam jangka panjang, kita senang jika anak memperoleh nilai 90 atau 100 secara tertulis saja, tetapi jika dilihat dari kemampuan dan karakter nilainya kurang atau sebaliknya. Jika boleh memilih, kita pasti memilih kedua-duanya bagus. Perlu dipikirkan pula bahwa karakter, kemandirian, tanggung jawab, dan keterampilan hidup sifatnya long life yang justru yang menjadi pondasi untuk meraih prestasi yang optimal. Perlu diingat pula bahwa setiap anak memiliki potensi yang berbeda-beda dan tugas kita yakni berusaha untuk mengoptimalkannya sesuai potensi anak, bukan menuntut anak memperoleh nilai akademik tinggi.
Era revolusi industri 4.0 dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) dengan skill yang bagus, kreatif, mampu menyelesaikan berbagai persoalan, memutuskan sesuatu, dan mampu berkolaborasi dengan sesama. Bukanlah SDM yang nilai akademiknya tinggi dengan skill dan karakternya yang rendah. Meskipun di masa mendatang akan banyak pekerjaan (job) yang hilang digantikan oleh mesin dan robot, tetapi skill dan karakter baik tidak dapat tergantikan.
Masa diberlakukakanya belajar dari rumah selama pendemi COVID-19, saya menganggap akan menjadi sangat berharga apabila tugas yang diberikan ke anak berupa kegiatan skill life yang kontekstual dan membentuk karakter anak. Dimulai dari hal-hal sederhana misalnya memberikan sapaan motivasi, permintaan untuk rajin beribadah, dan mau membantu orang tua seperti menanak nasi, membuat kudapan dari bahan pangan lokal, serta kegiatan lain yang sederhana namun bermakna.
Salah satu tugas yang saya berikan kepada anak didik saya siswa kelas IV di SD Negeri Mangunan, Sleman selama diberlakukannya pembelajaran jarak jauh yakni membuat kudapan dari bahan pangan lokal. Kegiatan membuat kudapan atau makanan kecil dari bahan pangan lokal, tersirat beragai tujuan pembelajaran bermakna, misalnya cinta tanah air, kemandirian ekonomi, berhitung, menulis, dan beberapa pesan karakter. Pesan karakter tersebut meliputi menghargai jerih payah, kerja keras, dan kasih sayang orang tua serta rasa syukur akan nikmat Tuhan YME. Selanjutnya saya meminta kepada anak untuk membuat laporan hasil kegiatan membat kudapan yang telah dilakukan. Laporannya berupa resep pembuatan kudapan disertai foto proses dan hasil penyajiannya.
Ada beberapa hambatan yang ditemui saat melaksanakan kegiatan ini seperti tidak semua orang tua/ wali siswa yang familiar dengan gawai sehingga laporan yang dikirim berupa tulisan tangan yang difoto dan hambatan lainnya seperti resolusi kamera rendah yang menyebabkan kualitas hasil foto kurang baik. Meskipun demikian, saya selaku guru tetap memberikan semangat dengan selalu mengapresiasi siswa yang mengumpulkan tugas tersebut. Caranya dengan membuat daftar nama siswa yang telah mengumpulkan tugas dari paling awal hingga akhir dengan disertai pujian dan doa untuk menjadi anak yang saleh.
Sebagai seorang guru, dalam kondisi apapun perlu disikapi dengan bijak. Seperti pepatah tak ada rotan akar pun jadi. Ada pula pepatah Jawa yang berbunyi dalang ora bakal kurang lakon (dalang tidak akan pernah kekurangan lakon cerita). Kedua pepatah ini memberikan pesan bahwa kita sebagai guru harus kreatif dalam mendesain pembelajaran dalam kondisi apapun.
(Nisem, S.Pd. / SD Negeri Mangunan Sleman)